RINA DAN PENA
"Duh, tugas lagi, tugas lagi." Keluh Rina seraya memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas merah miliknya.
"Tugas untuk pekan ini banyak sekali, ya, Rin. Tugas kimia yang kemarin saja belum kuselesaikan." Kata Hilma, teman dekat Rina.
"Iya, aku juga belum selesai, Hil. Rasanya lelah sekali, setiap hari ada tugas yang harus segera diselesaikan. Aku ngantuk, akhir-akhir ini kurang tidur karena tugas-tugas itu." Jawab Rina. Rina dan Hilma segera beranjak dari kursi mereka dan pergi untuk pulang.
Hari sudah sore, matahari turun perlahan-lahan. Rina dan Hilma berbincang-bincang tentang berbagai macam hal sambil menunggu angkutan di depan sekolah Ketika angkutan yang mereka tunggu tiba, mereka segera naik, ingin cepat sampai di rumah. Keduanya turun bersama, kemudian berpisah pada pertigaan jalan. Rina berjalan sendirian menuju rumahnya, sambil menikmati senja.
"Bu, aku pulang." Kata Rina sambil membuka sepatunya di depan rumah. Gadis itu masuk ke dalam rumah, menaruh tasnya, dan pergi untuk mandi. Tak lupa, Rina segera shalat ketika azan berkumandang. Setelahnya, ia mulai mengerjakan tugas-tugasnya.
Mulai dari matematika hingga kimia, tugas-tugas tersebut harus diselesaikannya secepat mungkin. Rina terus berusaha untuk menjawab semua soal yang tertulis pada bukunya.
"Oh, aku benar-benar lelah," tukas Rina seraya menyenderkan tubuhnya pada kursi. "aku tidak kuat mengerjakan semua tugas ini." Tambahnya sambil meletakkan kepalanya diatas meja.
"Semangat Rina! Kau pasti bisa menyelesaikan semuanya." Terdengar sebuah suara yang ada di dekatnya. Awalnya Rina tak menghiraukannya, kemudian dia sadar bahwa tak ada siapapun di kamarnya selain dirinya.
Rina segera menangkat kepalanya dengan terkejut. Ia menggelengkan kepalanya. "Aku pasti salah dengar." Rina kembali menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak salah dengar," Rina menoleh dan melihat pena birunya berdiri tegak dan berkata padanya. "Ya, ini aku yang berbicara." Mendengar hal tersebut, Rina terkejut dan berdiri.
"Kau... bisa berbicara? Bagaimana bisa?" Tanya Rina sambil memandang was-was pena biru tersebut.
Pena terkekeh. "Yah, sebenarnya aku tidak boleh melakukan hal ini, tapi, ya, seperti yang kau lihat. Aku berbicara denganmu. Ngomong-ngomong, aku punya nama. Namaku Pena."
Rina mulai mendekat dan duduk kembali. Sambil kebingungan ia berkata, "Baiklah, Pena. Apa maumu?"
"Aku? Oh, aku hanya ingin membantumu." Jelas Pena.
"Membantuku?" Tanya Rina.
"Ya, membantumu. Kalau dipikir-pikir aku sudah sering membantumu mengerjakan tugas-tugasmu." Pena berkeliling melihat buku tulis milik Rina.
"Benar juga. Aku selalu menggunakanmu untuk menulis semua jawaban dari tugas-tugasku." Rina berkata seraya menangguk-anggukan kepalanya perlahan. "Kau selalu membantuku. Mengapa baru sekarang kau berkata padaku kalau kau ingin membantuku?"
Pena berbalik dan melihat ke arah Rina. "Yah, baru kali ini aku melihat kau sangat lelah, karena tugasmu yang banyak ini. Tapi kurasa, kau juga malas untuk mengerjakannya. Akhir-akhir ini, kau juga sering mengeluh. Aku selalu melihatmu mengobrol dengan teman-temanmu atau memainkan ponselmu ketika guru sedang menerangkan materi di depan kelas. Itu sebabnya kau tidak mengerti materi-materi yang telah diajarkan oleh gurumu itu. Padahal semua tugas ini akan lebih mudah dikerjakan bila kau mendengarkan penjelasan gurumu bukan?" Kata Pena.
Rina berpikir. Ia memang sering mengobrol dengan teman-temannya tanpa mendengarkan guru yang sedang mengajar di kelasnya. "Kau benar, Pena. Seharusnya aku memperhatikan guruku saat ia mengajar. Aku salah."
"Yah, tapi jangan sedih. Ayo lanjutkan tugas-tugasmu ini. Aku akan menemani dan membantumu." Kata Pena dengan ceria.
"Terima kasih, Pena. Aku berjanji, aku akan memperhatikan guruku jika ia sedang mengajar. Aku akan membedakan waktuku untuk belajar dan bermain. Terima kasih juga karena sudah membantuku menyelesaikan semua tugasku." Kata Rina.
"Tak masalah. Tapi cepatlah, nanti hari semakin malam." Mendengar apa yang dikatakan Pena, Rina terkekeh.
"Baiklah, baiklah."
"Tugas untuk pekan ini banyak sekali, ya, Rin. Tugas kimia yang kemarin saja belum kuselesaikan." Kata Hilma, teman dekat Rina.
"Iya, aku juga belum selesai, Hil. Rasanya lelah sekali, setiap hari ada tugas yang harus segera diselesaikan. Aku ngantuk, akhir-akhir ini kurang tidur karena tugas-tugas itu." Jawab Rina. Rina dan Hilma segera beranjak dari kursi mereka dan pergi untuk pulang.
Hari sudah sore, matahari turun perlahan-lahan. Rina dan Hilma berbincang-bincang tentang berbagai macam hal sambil menunggu angkutan di depan sekolah Ketika angkutan yang mereka tunggu tiba, mereka segera naik, ingin cepat sampai di rumah. Keduanya turun bersama, kemudian berpisah pada pertigaan jalan. Rina berjalan sendirian menuju rumahnya, sambil menikmati senja.
"Bu, aku pulang." Kata Rina sambil membuka sepatunya di depan rumah. Gadis itu masuk ke dalam rumah, menaruh tasnya, dan pergi untuk mandi. Tak lupa, Rina segera shalat ketika azan berkumandang. Setelahnya, ia mulai mengerjakan tugas-tugasnya.
Mulai dari matematika hingga kimia, tugas-tugas tersebut harus diselesaikannya secepat mungkin. Rina terus berusaha untuk menjawab semua soal yang tertulis pada bukunya.
"Oh, aku benar-benar lelah," tukas Rina seraya menyenderkan tubuhnya pada kursi. "aku tidak kuat mengerjakan semua tugas ini." Tambahnya sambil meletakkan kepalanya diatas meja.
"Semangat Rina! Kau pasti bisa menyelesaikan semuanya." Terdengar sebuah suara yang ada di dekatnya. Awalnya Rina tak menghiraukannya, kemudian dia sadar bahwa tak ada siapapun di kamarnya selain dirinya.
Rina segera menangkat kepalanya dengan terkejut. Ia menggelengkan kepalanya. "Aku pasti salah dengar." Rina kembali menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak salah dengar," Rina menoleh dan melihat pena birunya berdiri tegak dan berkata padanya. "Ya, ini aku yang berbicara." Mendengar hal tersebut, Rina terkejut dan berdiri.
"Kau... bisa berbicara? Bagaimana bisa?" Tanya Rina sambil memandang was-was pena biru tersebut.
Pena terkekeh. "Yah, sebenarnya aku tidak boleh melakukan hal ini, tapi, ya, seperti yang kau lihat. Aku berbicara denganmu. Ngomong-ngomong, aku punya nama. Namaku Pena."
Rina mulai mendekat dan duduk kembali. Sambil kebingungan ia berkata, "Baiklah, Pena. Apa maumu?"
"Aku? Oh, aku hanya ingin membantumu." Jelas Pena.
"Membantuku?" Tanya Rina.
"Ya, membantumu. Kalau dipikir-pikir aku sudah sering membantumu mengerjakan tugas-tugasmu." Pena berkeliling melihat buku tulis milik Rina.
"Benar juga. Aku selalu menggunakanmu untuk menulis semua jawaban dari tugas-tugasku." Rina berkata seraya menangguk-anggukan kepalanya perlahan. "Kau selalu membantuku. Mengapa baru sekarang kau berkata padaku kalau kau ingin membantuku?"
Pena berbalik dan melihat ke arah Rina. "Yah, baru kali ini aku melihat kau sangat lelah, karena tugasmu yang banyak ini. Tapi kurasa, kau juga malas untuk mengerjakannya. Akhir-akhir ini, kau juga sering mengeluh. Aku selalu melihatmu mengobrol dengan teman-temanmu atau memainkan ponselmu ketika guru sedang menerangkan materi di depan kelas. Itu sebabnya kau tidak mengerti materi-materi yang telah diajarkan oleh gurumu itu. Padahal semua tugas ini akan lebih mudah dikerjakan bila kau mendengarkan penjelasan gurumu bukan?" Kata Pena.
Rina berpikir. Ia memang sering mengobrol dengan teman-temannya tanpa mendengarkan guru yang sedang mengajar di kelasnya. "Kau benar, Pena. Seharusnya aku memperhatikan guruku saat ia mengajar. Aku salah."
"Yah, tapi jangan sedih. Ayo lanjutkan tugas-tugasmu ini. Aku akan menemani dan membantumu." Kata Pena dengan ceria.
"Terima kasih, Pena. Aku berjanji, aku akan memperhatikan guruku jika ia sedang mengajar. Aku akan membedakan waktuku untuk belajar dan bermain. Terima kasih juga karena sudah membantuku menyelesaikan semua tugasku." Kata Rina.
"Tak masalah. Tapi cepatlah, nanti hari semakin malam." Mendengar apa yang dikatakan Pena, Rina terkekeh.
"Baiklah, baiklah."
Ini aku sekaliiii hehehe
BalasHapus